sumber gambar: mrbean.wikia.com
Pernah denger ga “nasehat” seperti ini
“Eh, kalo mau nikah jangan sama orang sunda ya”
“emang kenapa?”
“katanya, kalo orang sunda itu cakep, eh, ya pokoknya kata nenek saya jangan”
Atau seperti ini
“wajar aja lah dia jago bisnis, wajar lah kalo kita kalah gede untungnya, sebel”
“emang dia kenapa?”
“dia kan orang padang”
“emang kenapa kalo padang?”
“ih, lu ini, padang itu singkatan, artinya pandai dagang”
“errr….”
Yak, dialog-dialog diatas cuma rekaan saya saja, hehe. Tapi bener lho, sebagian sering saya denger, walaupun ga persis begitu redaksinya. Sebenernya bukan mau ngomongin suku, tapi pengen bahas tentang sikap terhadap kaum tertentu, dikit aja ga banyak-banyak. Maaf kalau pembukanya ga nyambung 😀
Sering saya saksikan dengan indera penglihatan maupun indera pendengaran (lho?), sebagian dari kita menghakimi, nge-judge, suatu peristiwa atau seseorang, padahal kita belum tau cerita lengkapnya. Hanya karena melihat namanya atau tau dia termasuk kelompok tertentu, langsung saja dihakimi jelek, dipandang sebelah mata, atau bahkan dicemooh. Padahal beritanya belum tentu benar, atau kalaupun benar, mungkin interpretasi kita bisa salah karena telah termakan kebencian terlebih dahulu.
Pernah juga yang diberitakan bagus, dan memang faktanya begitu, tapi tetep aja dicari-cari kesalahannya, kekurangannya, seolah-olah kita lah yang lebih benar dan semua tindakan orang itu salah. Astaghfirullah… 😦
Memang, afiliasi seseorang pada suatu lembaga, organisasi, partai, atau apa lah itu namanya, akan menjadi salah satu identitas orang tersebut. Tapi apakah itu bisa jadi alasan untuk membenci semua perilakunya dan menafikan jejak-jejak kebaikannya?
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman pada surat Al-Maidah ayat 8 (yang artinya)
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan.”
Tuh, Allah sendiri telah mengingatkan bahwa kita harus adil, karena adil itu jalan untuk menegakkan kebenaran. Sebenci apapun kita dengan seseorang, karena keburukannya, karena kesalahannya, atau apapun, hendaklah tidak menghapus keadilan dari diri kita. Adil dalam menilai, adil dalam bersikap, adil dalam bertutur kata. Bukankah kita tidak ingin diingat orang hanya dengan kesalahan atau keburukan kita saja?
Perasaan benci dan tidak suka memang wajar, namanya juga manusia, ya memang diciptakan untuk bisa merasakan emosi-emosi seperti itu. Tapi alangkah baiknya emosi-emosi bawaan ini tidak menjerumuskan kita ke dalam kesombongan, karena salah satu ciri sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Seperti sabda Rasululullah shalallahu ‘alayhi wa sallam berikut
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Yuk ah, berbenah, lebih baik mulai menghisab dosa-dosa yang ada di diri, karena Allah lebih tau apa yang tersembunyi dalam hati.
Yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik…
Semoga bermanfaat, kalau ada yang salah mohon segera dikoreksi, karena yang menulis hanyalah hamba Allah yang sedang belajar menasehati diri sendiri.
wallahu a’lam bish shawwab