Karena Bu Risma

Tulisan PENTING yang menggugah dan mebuka pikiran

Islam is Fun

Bismillahirrahmanirrahim..

Oke, sebetulnya kontributor sontoloyo ini belum ijin sama empunya blog buat ngisi. Cuman desakan lingkungan *caelah* udah sangat kuat. (1) teman sebaya yang ngojok-ngojokin buat nulis di laman ini lagi; (2) kasus di lapangan *emang mau nulis apaan sampe bawa kasus segala* yang udah menggila, ntar diceritain; (3) abis nonton Mata Najwa edisi Bu Risma sampe meleleh air mata, jadi pengen berjuang bareng semampu yang saya bisa; (4) kemaren kakak kelas ngeshare video dan kayaknya saya nemu benang baru (dari kasus yang ntar saya ceritain) dan penting buat saya tulis ulang supaya bisa saya runut benangnya biar ga kusut dikepala (kepentingan pribadi).

videonya ada disini :

Cukup sekian aja yang bikin saya bulet untuk nulis lagi disini. Dan sebenernya saya rada2 ragu tadi, mau nulis disini atau di blog pribadi, tapi karena nilai yang saya bawa bakal kental banget dengan prinsip hidup, saya pilih disini karena saya memposisikan diri…

View original post 4,588 more words

Kujemput “engkau” dengan istighfar

sumber: onislam.net

sumber gambar: onislam.net

Pernah baca buku “Kupinang Engkau dengan Hamdalah”? Ya, itu salah satu buku karya Ustadz Fauzil Adhim yang cukup laris. Tentang apa bukunya? bisa ditebak lah ya dari judulnya. Bukunya insya Allah bermanfaat kok, mangga dibaca bagi yang berminat.

Jadi, apa hubungan buku tersebut dengan tulisan ini? Sebenarnya saya cuma tertarik “mengadaptasi” judulnya saja, hehe. Kita pasti sudah paham bahwa kalimat-kalimat sakral/kalimah thayyibah seperti basmallah, hamdalah, istighfar, dll disunnahkan untuk selalu kita baca. Tidak hanya pada dzikir setelah shalat, tapi juga pada kegiatan-kegiatan lainnnya (kecuali kalau sedang berhajat di kamar mandi).  Ternyata, kalimat-kalimat tersebut tidak “hanya” bermanfaat ketika di akhirat kelak, tapi juga di dunia lho. Buktinya Ustadz Fauzil Adhim bikin buku dengan judul itu toh? tiap kalimat thayyibah punya “khasiat”nya masing-masing. Nah, yang mau dibahas, secukupnya, disini adalah istighfar. Sambil cerita aja deh ya, soalnya pengetahuan ini juga didapat dari seorang ustadz tempat saya ngaji rutin.

Jadi ceritanya, waktu itu sedang bahas bab taqwa, salah satu ayat yang dibahas adalah Ali Imran: 133

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Di ayat ini digunakan kata سارعوا yang berarti bersegeralah/bergegaslah, dan kita diperintahkan untuk bersegera kepada ampunan terlebih dahulu (مغفرة) baru setelah itu dapat menikmati surga yang diruntukkan bagi orang-orang bertakwa. Jadi, kalau mau masuk surga harus jadi orang bertakwa, dan orang bertakwa itu ya orang-orang yang mendapatkan ampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Minta ampunnya juga harus bersegera, dan salah satu cara memohon ampunan kepada Allah adalah dengan ber-istighfar sebanyak-banyaknya.

Seperti yang ditulis tadi, bahwa manfaat istighfar “bukan hanya” surga (seolah-olah surga itu sepele ya, haha), tapi banyak manfaat di dunianya. Cerita lagi deh ya…

Jadi ceritanya, alkisah suatu hari Al-Hasan Al-Bashri (salah satu ‘ulama para tabi’in) didatangi oleh orang-orang yang mengadu kepada beliau tentang berbagai masalah, ketika diadukan tentang masalah paceklik/pertaniannya kurang menghasilkan, beliau memberi solusi “Beristighfarlah kepada Allah”. Lalu ada orang mengadu soal kemisikinan, beliau memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian datang lagi orang yang minta didoakan supaya dikaruniai anak, beliau pun memberi solusi yang sama, “Beristighfarlah kepada Allah”. Salah seorang yang hadir disitu bertanya “Kenapa engkau menyuruh mereka semua beristighfar?”. Beliau pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu sendiri, tapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh Continue reading

Sekilas Zakat Fitri (atau Fitrah?)

sumber gambar: republika.co.id

sumber gambar: republika.co.id

Bismilllaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah, setelah sekian lama absen, akhirnya bisa nge-blog lagi 🙂
Mumpung ramadhan, dan ini sudah masuk 10 hari terakhir (hayoo, nyadar ga?), jadi mari kita fokus mengejar lailatul qadr dan kalau bisa i’tikaf ya.

Eh, sebenernya bukan itu sih, mumpung sudah mendekati ‘Idul Fithri, kan biasanya masjid-masjid sudah mulai ngumumin tuh “Siap menyalurkan zakat fithrah”, sudah siapkah? sudah pahamkah?
Karena saya penasaran, “gimana sih hukumnya?”, akhirnya saya coba cari-cari, dan sekarang hasil baca-bacanya di-share disini 🙂

Baca di judul kan? Disitu ada dua kata ‘Fitri’ dan  ‘Fitrah’, nah yang benar yang mana ya? Emangnya artinya beda ya?
Ternyata, kata ‘fithr (فطر)’ dan ‘fithrah (فطرة)’ itu memang beda arti, فطر bisa diartikan ‘berbuka’ sedangkan فطرة berarti ‘fitrah/naluri’. Jadi, sepertinya memang yang lebih tepat digunakan adalah فطر karena berhubungan dengan buka puasa/menandakan berakhirnya puasa atau ‘Idul Fithri. Tapi ada juga ‘ulama yang menggunakan istilah ‘zakat fithrah’, salah satunya Imam An-Nawawi. Baiklah, selanjutnya kita gunakan zakat fithr saja ya Continue reading

Hadits Palsu (?)

Hari ini saya menyaksikan beberapa orang membagikan/share sebuah foto di laman salah satu jejaring sosial, yah sebut saja fesbuk. Setelah saya klik fotonya, ternyata memang banyak sekali yang sudah meng-klik share pada foto itu, sekitar 200an. Awalnya saya tidak begitu memperhatikan, hanya membaca sekilas dan sedikit mengernyitkan dahi, lalu kembali mengerjakan aktivitas saya yang belum selesai. Saat itu memang saya sudah merasa ada yang ganjil, tapi karena sedang sibuk jadinya terabaikan.

ini fotonya

ini fotonya

Saya baru memperhatikan benar-benar lagi ketika seorang teman saya, sebut saja Ibong, menanyakan ke saya tentang isi foto itu. Ya, isi foto itu adalah tulisan tentang tanggung jawab suami, disertai sebuah kalimat hadits yang dinisbatkan kepada Imam Muslim. Hanya dengan membacanya sekilas, saya merasa ganjil dengan kalimat/matan hadits tersebut. Tidak umum dan tidak “berasa” hadits, tapi ada cap “HR. Muslim”nya, nah lho. Akhirnya, dengan bantuan mesin pencari, saya ketikkan beberapa kata kunci mengenai foto dan hadits tersebut. Hasil yang saya dapat memang tidak banyak, namun mendukung hipotesis saya dan teman saya tadi.

Continue reading

Pendusta

keep-calm-and-talk-properly

gambar begini lagi musim

Waktu saya dan adik saya masih bocah, adik saya punya kebiasaan yang lumayan lucu. Dia suka membuat rahasia, ya rahasia. Tau darimana rahasia? Soalnya dulu dia sering bercerita -namanya juga anak kecil- lalu di akhir cerita dia akan bilang “jangan bilang siapa-siapa ya, rahasia”. Tapi lucunya, begitu ketemu orang lain untuk cerita, dia akan cerita yang sama dan membuat request yang sama, haha.

Kenapa tiba-tiba jadi inget tentang ini? Nah, latar belakangnya adalah, saya beberapa kali mendapati ada sebagian orang yang perilakunya mirip adik waktu masih kecil itu. Mirip lho ya, bukan sama, kasusnya beda. Kalau adik saya ini kan membeberkan “rahasia”nya sendiri, jadi ga masalah. Kalau yang dibeberkan itu rahasia orang lain? Gimana hayoo?

Makhluk bernama manusia ini memang unik. Sepertinya setiap orang bisa dipastikan punya rahasia yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, tapi di satu sisi, terkadang seseorang butuh tempat untuk menceritakan rahasianya tersebut, yah katakanlah curhat. Nah, masalah bisa timbul kalau tempat berceritanya bermasalah, sering bocor sehingga perlu dilapis cat anti bocor, hehe. Kalau udah bocor, bisa jadi timbul masalah baru. Masalah yang ditimbulkan sebanding dengan tingkat kerahasiaan informasinya, ya ga?

Continue reading

Sekilas tentang Jama’ dan Qashar

sumber gambar: studymuslim.blogspot.com

sumber gambar: studymuslim.blogspot.com

Beberapa pekan terakhir alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk agak banyak bepergian atau safar. Walaupun jaraknya ga terlalu jauh, masih di Pulau Jawa, tetep aja bikin capek dan di jalannya cukup lama. Nah, biasanya yang jadi pertanyaan atau bahkan perdebatan kalau lagi safar gini tuh masalah shalat. “Eh, boleh jamak ga sih?” “Hmm, di-qashar aja ya? boleh kan?

Yak, kebanyakan masih pada ragu nih, antara shalatnya boleh dijama’ atau nggak dan perlu diqashar atau tidak. Jadi, kita bahas dikit yuk? 🙂

Continue reading

Mengumumkan Pinangan, Perlukah?

sumber gambar: cetusanhati.com

sumber gambar: cetusanhati.com

“Eh, doain gue ya…lagi ‘proses’ nih…(muka sumringah, napas ga wajar)”
“wah iya? kapan nikahnya? walimahnya?”
“Ehm…belum tau sih, ketemu ortunya aja belum…”
“oh…”

“Akh, antum kapan nikah? udah ‘proses’ belum sih?”
“haha, antum kepo banget sih, santai lah…(nyengir lebar)”
“ya…kalo ada kabar bahagia kabar-kabarin dong”
“Sabar bro, ntar kalo udah ada tanggalnya insya Allah ane undang semua..(lebih lebar lagi nyengirnya)”

Ehm…buat yang belum paham, kata ‘proses’ disitu maksudnya ‘proses menuju pernikahan’. Biasanya istilah ini populer di kalangan aktivis dakwah. Jadi tulisannya buat aktivis dakwah? Oh nggak kok, ini buat publik, siapa aja boleh baca 😀

Alhamdulillah, beberapa pekan terakhir saya menyaksikan beberapa peristiwa menggemberikan dan mengharukan. Ya, beberapa teman saya menikah! Selain itu ada juga yang sudah “membisikkan” tanggal gembiranya 😀
Wah, saya kapan ya? #eh

Kali ini yang akan sedikit dibahas adalah soal pinangannya. Memangnya kenapa dengan pinangan? pinangan apa sih? Okay, yang jelas ini ga ada hubungannya dengan panjat pinang (jayus kali).
Pinangan sepertinya bisa disandingkan dengan istilah tunangan, gampangnya seperti itu. Bisa dibilang pinangan/tunangan itu proses atau kesepakatan yang terjadi antara seorang perempuan dan laki-laki (beserta keluarga atau walinya) bahwa mereka berdua akan melangsungkan pernikahan. Paham kan ya?

Terus, ada apa dengan pinangan? Nah, saya pernah mengamati, ada beberapa orang yang dari jauh-jauh hari sudah mengumumkan atau memberi tahu orang-orang sekitar bahwa dia akan menikah. Padahal mungkin prosesnya masih jauh, ketemu ortu (bakal) calonnya aja belum, apalagi nentuin tanggal walimah, tapi udah kesana-kemari “memamerkan” kedekatannya, hadeuh…

Continue reading

[Foto] Langit: 30Des2012

kudongakkan wajahku
tampaklah langit membiru, ditemani awan putih beriring menyatu

sungguh, aku bersaksi Engkaulah Dzat Yang Mahaadil
Kau pergilirkan terang dan gelap, Kau hadirkan langit bersih membentang menjeda mendung yang merayap

sungguh, aku bersaksi Engkaulah Dzat Yang Maha Pengasih
Kau siramkan sinar mentari, membasuh menghangatkan hati para hambaMu yang lelah terbebani

sungguh, aku bersaksi Engkaulah Dzat Yang Mahalembut
Kau datangi hamba-hambaMu yang bersimpuh, Kau peluk doa dan siratan prasangka tanpa membeda

Rabbanaa maa khalaqta haadza baathilaa, subhaanaKa faqinaa ‘adzaabannaar…

30 Desember 2012, 11:10

30 Desember 2012, 11:10

langit cerah 2

30 Desember 2012, 11:10

Adil pada yang Dibenci

sumber gambar: mrbean.wikia.com

sumber gambar: mrbean.wikia.com

Pernah denger ga “nasehat” seperti ini
“Eh, kalo mau nikah jangan sama orang sunda ya”
“emang kenapa?”
“katanya, kalo orang sunda itu cakep, eh, ya pokoknya kata nenek saya jangan”

Atau seperti ini
“wajar aja lah dia jago bisnis, wajar lah kalo kita kalah gede untungnya, sebel”
“emang dia kenapa?”
“dia kan orang padang”
“emang kenapa kalo padang?”
“ih, lu ini, padang itu singkatan, artinya pandai dagang”
“errr….”

Yak, dialog-dialog diatas cuma rekaan saya saja, hehe. Tapi bener lho, sebagian sering saya denger, walaupun ga persis begitu redaksinya. Sebenernya bukan mau ngomongin suku, tapi pengen bahas tentang sikap terhadap kaum tertentu, dikit aja ga banyak-banyak. Maaf kalau pembukanya ga nyambung 😀

Sering saya saksikan dengan indera penglihatan maupun indera pendengaran (lho?), sebagian dari kita menghakimi, nge-judge, suatu peristiwa atau seseorang, padahal kita belum tau cerita lengkapnya. Hanya karena melihat namanya atau tau dia termasuk kelompok tertentu, langsung saja dihakimi jelek, dipandang sebelah mata, atau bahkan dicemooh. Padahal beritanya belum tentu benar, atau kalaupun benar, mungkin interpretasi kita bisa salah karena telah termakan kebencian terlebih dahulu.

Pernah juga yang diberitakan bagus, dan memang faktanya begitu, tapi tetep aja dicari-cari kesalahannya, kekurangannya, seolah-olah kita lah yang lebih benar dan semua tindakan orang itu salah. Astaghfirullah… 😦
Memang, afiliasi seseorang pada suatu lembaga, organisasi, partai, atau apa lah itu namanya, akan menjadi salah satu identitas orang tersebut. Tapi apakah itu bisa jadi alasan untuk membenci semua perilakunya dan menafikan jejak-jejak kebaikannya?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman pada surat Al-Maidah ayat 8 (yang artinya)

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan.”

Tuh, Allah sendiri telah mengingatkan bahwa kita harus adil, karena adil itu jalan untuk menegakkan kebenaran. Sebenci apapun kita dengan seseorang, karena keburukannya, karena kesalahannya, atau apapun, hendaklah tidak menghapus keadilan dari diri kita. Adil dalam menilai, adil dalam bersikap, adil dalam bertutur kata. Bukankah kita tidak ingin diingat orang hanya dengan kesalahan atau keburukan kita saja?

Perasaan benci dan tidak suka memang wajar, namanya juga manusia, ya memang diciptakan untuk bisa merasakan emosi-emosi seperti itu. Tapi alangkah baiknya emosi-emosi bawaan ini tidak menjerumuskan kita ke dalam kesombongan, karena salah satu ciri sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Seperti sabda Rasululullah shalallahu ‘alayhi wa sallam berikut

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR. Muslim no. 91)

Yuk ah, berbenah, lebih baik mulai menghisab dosa-dosa yang ada di diri, karena Allah lebih tau apa yang tersembunyi dalam hati.
Yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik…

Semoga bermanfaat, kalau ada yang salah mohon segera dikoreksi, karena yang menulis hanyalah hamba Allah yang sedang belajar menasehati diri sendiri.

wallahu a’lam bish shawwab