Home » ragam » Membalas Salam Non-Muslim

Membalas Salam Non-Muslim


Suatu hari saya pernah melihat pertanyaan yang isinya kurang lebih begini “Kalau membalas salam orang kafir (non-muslim) itu boleh ga ya?”. Ya, ternyata masih banyak teman-teman, saudara-saudara kita yang masih bingung tentang perkara ini. Padahal ini adalah perkara yang sangat sering kita temui (ya iyalah, kan kalau ketemu orang lain biasanya salam atau menyapa). Nah, biar tidak bingung, insya Allah tulisan ini akan membahas sedikit tentang hal salam-menyalam (aduh, bahasanya ga enak banget).

Dalam hal salam-menyalam secara umum kondisinya terbagi menjadi dua, yaitu memberi salam dan membalas salam. Untuk kondisi pertama, memberi salam, jumhur (kebanyakan) ulama, baik yang terdahulu maupun yang belakangan, sepakat mengharamkan hal ini. Apa dalilnya? yak, ini dalilnya

Dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

Jangan kalian mengawali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. Muslim no. 2167)

Mengenai hadits ini Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).

Wah, kok sepertinya jahat sekali ya? Kita (muslim) tidak boleh salam ke orang non-muslim. Yah, memang begitulah pendapat mayoritas ulama berdasarkan dalil yang shahih tersebut. Logika sederhanya saja, kalau muslim dan non-muslim sama-sama boleh didoakan selamat,(salam itu [Assalamu’alaykum] isinya doa keselamatan lho), atau kalau muslim dan non-muslim sama-sama bisa selamat (dunia apalagi akhirat) lalu apa bedanya menjadi muslim dan non-muslim? 🙂

Oh ya, maksudnya “pepetlah hingga ke pinggirnya” tu bukan berarti benar-benar dipepet sampai ga bisa jalan ya. Tapi maksudnya kita jangan sampai memuliakan mereka dengan memberi atau memperluas jalan (seperti menyambut tamu agung, dsb).

Lalu kondisi kedua adalah membalas salam orang kafir (non-muslim). Nah, untuk hal ini mayoritas ulama berpendapat boleh dijawab tapi jawabnya bukan dengan salam juga, (wa’alaykumsalam) tapi dengan ucapan “wa’alaykum” atau “wa’alayka” . Dalil yang digunakan oleh para ulama ini adalah sebagai berikut

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ

Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)

Selain itu, ada lagi di dalil yang lain, yaitu

Anas bin Malik berkata,

مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »

Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)

Walaupun memang ada beberapa ulama yang berpendapat boleh membalasnya dengan salam juga (menggunakan dalil yang lain), tapi insya Allah pendapat yang diatas lebih banyak diambil oleh para ulama.

Yah, terakhir, semoga kita dihindarkan dari keraguan yang dapat “membahayakan” iman kita. Hal diatas malah menunjukkan bahwa Islam memuliakan dan membedakan orang muslim dan kaum kafir sampai hal-hal terkecil. Bukan berarti diskriminasi dalam hal atau posisi sosial ya, tapi dalam hal yang menyangkut aqidah dan derajat di sisi-Nya. Seperti yang saya sebut tadi, kalau menjadi muslim dan non-muslim itu sama saja lalu apa pentingnya menjadi muslim? 🙂

Wallahu a’lam bish showwab, jika ada kesalahan mohon dikoreksi.

10 thoughts on “Membalas Salam Non-Muslim

  1. Well, I’m not moslem so I don’t really think that there are differences between moslem and non-moslem, the differences is just our believing and our ways to reach God’s side.
    One thing I always believing on is good people will go to heaven, no matter what his/her religion is. So, actually I’m a bit disappointed to know that moslem see us (non-moslem) as someone who are not “holy” as you are.
    Moreover the “pepetlah hingga ke pinggirnya” section. I’m sorry for being frank, but I truly disappointed with that section. That’s not “good” attitude I think.
    Well, sorry for my straightforwardness, but it’s just my opinion.

    By the way, thanks for sharing. ;p

    • well, it looks like you can understand Bahasa Indonesia very well, so I’ll explain in Bahasa Indonesia, Okay? 😉
      Dalam keyakinan kami, Muslim, agama yang diterima oleh Allah (tuhan kami) hanya Islam, dan itu adalah konsekuensi keimanan kami. Kami bangga akan hal itu, dan kalaupun pemeluk agama lain mau mengklaim hal yang sama (agama merekalah yang paling benar) ya silahkan, itu adalah hak masing-masing pemeluk agama.
      Dalam hal salam, yang bunyinya Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh, itu tersimpan doa, doa agar mendapatkan keselamatan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan juga rahmat-Nya serta berkah-Nya. Doa bagi kami sakral, tidak bisa dicupakan sembarangan, karena itu adalah kalimat suci bagi kami.
      Pembedaan dalam hal salam menunjukkan pemuliaan terhadap orang yang mau memeluk Islam. Namun pembedaan ini bukan berarti diskriminasi dalam hal sosial. Nabi Muhammad mengajarkan kami untuk tetap beriteraksi dengan baik, berlaku adil, dan santun terhadap semua manusia, apapun agamanya, selama mereka tidak memerangi kami. Jadi sama sekali tidak ada “perendahan” dalam hal sosial.
      Adapun kalimat “pepetlah hingga ke pinggirnya” itu adalah kiasan untuk tidak mengambil sikap memuliakan, biasa saja, bahkan terhadap sesama muslim pun tidak ada pengkultusan, menghormati sewajarnya saja.

      sedikit komentar mengenai kalimat Anda “One thing I always believing on is good people will go to heaven, no matter what his/her religion is.” buat saya itu adalah paham pluralisme (paham bahwa semua agama sama) dan Islam tidak mengakui pluralisme, tapi Islam mengakui pluralitas (keragaman).

      Mohon maaf jika ada yang kurang jelas dalam kalimat saya dan menyebabkan ketidaknyamanan. 🙂
      Thanks for your opinion 🙂

      • hmm, wajar kalau gitu…
        soalnya, kita kalau menyalam dg “Assalamu’alaykum” bisa2 mereka tersinggung juga kan? Kemungkinan ketika “iseng” ke temen sendiri baru kayak gitu…

        biar ada pembuka obrolan juga kan, kalau ngucapin selamat pagi dkk…

      • haha, tapi saya liat kebanyakan (di sekitar kampus kita misalnya) non-muslim nya yang ikut-ikutan salam, bahkan ikut-ikut ngomong kalimat thayyibah yang lain (alhamdulillah, astaghfirullah, dll)

        kadang-kadang “irritated” dengernya, apalagi kalau dibuat mainan 😐

Leave a reply to abdurrisyad fikri Cancel reply